No offense ya, sebenernya temen-temen IPPNU itu bahan diskusinya ndak harus itu-itu saja, ngaji Aswaja, diskusi organisasi, tentang ke IPPNU-an, dsb.
Harusnya ini temen-temen IPPNU sudah mulai berani diskusi tentang isu-isu sosial saat ini. Entah itu tentang kesehatan mental, kepedulian lingkungan, kekerasan seksual, dan banyak lagi. Intinya menanamkan sikap responsif.
Di IPPNU itu kan banyak departemen dan lembaga, yang menurut ku keberadaannya itu memang diadakan untuk menggali potensi, pemikiran dan minat bakat teman2.
Bayangin, dept orsenbud, jaringan pesantren, jarkominfo, konseling pelajar, Litbang, perekonomian. Kalo mau dijalankan secara maximal itu bisa menjadi inspirasi pemikiran pelajar saat ini loh.
Jangan lagi, ada pendapat "la kita kan masih 'pelajar', koyok terlalu abot gak se mengambil ranah tersebut"
Sebenernya tidak, malahan hal2 semacam itu harusnya kita pelajari saat dini
Memang betul, IPPNU adalah organisasi pengkaderan, namun, pengkaderan tidak hanya bicara soal merekrut dan ngajak arek melbu IPPNU, kemudian diajak berkegiatan rono rene nggawe seragam kan ? tapi jauh dr itu, pengkaderan harusnya juga melahirkan arek yang memiliki sikap responsif, inovatif, kritis dan tanggap akan sebuah persoalan. Tidak hanya itu, pengkaderan juga harusnya melahirkan tokoh intelektual muda dari kalangan pelajar untuk membantu masyarakat melewati setiap fase zaman yang ada
Bagiku, melihat teman2 IPPNU disekitar, jika tentang keaswajaan, ke IPPNUan bicara soal organisasi yang dasar, meraka sudah lebih faham, dari teori2 yang disampaikan.Tinggal implementasi-nya saja. Dan implementasi-nya itu ya berupa responsif terhadap sekitar.
Aku bicara ini diluar konteks pelatihan pengkaderan seperti MAKESTA, LAKMUD, dll loh ya.karena bobot materi dalam pelatihan tersebut memang tujuannya kan doktrinasi.
Aku juga bicara di luar tradisi 'ngaji' kita ya, intermezzo aja (takutnya ada yang salah paham) ngaji seperti ngaji kitab, maulid diba dsb. itu juga perlu di jangkau oleh Rekanita, tradisi-tradisi santri yang mungkin di lingkungan pelajar saat ini mulai samar, supaya tidak semakin samar.
Posisikan tulisan ini sebagai tulisan di luar ranah itu semua, maksutku, kita bicara di luar pelatihan-pelatihan tersebut, di dalam keseharian IPPNU. Karena selain ngaji, kita juga perlu mengulik isu-isu sosial, jangan sampai, tangan pertama yang membantu masyarakat malah datang dari kaum-kaum muda 'minhum', kemudian perlahan pengkaderan mereka mensusupi masyarakat yang kemudian melahirkan sifat-sifat radikalisme
IPPNU memang organisasi keagamaan yang naungannya adalah Nahdlatul Ulama, tapi bukan berarti kita harus fokus saja terhadap persoalan agama (Islam), akan lebih banyak menebarkan kebermanfaatan jika kita juga turut andil dalam lingkungan pelajar.
Slogan Belajar, berjuang dan bertaqwa itu tidak hanya cukup di gaungkan saja, namun juga perlu di implementasikan.
Saya pun, agak kurang setuju dengan pernyataan "Wes tah arek IPNU IPPNU iku ngaji ae gausah melok2 urusan masyarakat, Sami'na Wa Atho'na ae", nah, pernyataan seperti ini yang membuat kader-kader IPPNU, yang awalnya mungkin mau tampak ke permukaan, jadi tergerus lagi ke dasar. Jika pernyatan Sami'na Wa Atho'na nya adalah dalam urusan Fiqih, Akhlak, dan urusan ilmu-ilmu, juga hormat kita terhadap para Kiai dan Ulama, saya sangat setuju. Namun, jika sami'na wa atho'na yang di masksud, adalah terhadap gejala-gejala sosial di masyarakat, saya jelas kurang setuju jika IPPNU dikatakan tidak berhak terlibat.
Ini pun yang membuat di kalangan pelajar membicarakan terkait kekerasan seksual, dan persoalan gender atau persoalan lainnya, dianggap tabu, ya. Jadi, ketika ada kader IPNU/IPPNU mengeluarkan suaranya tentang kesetaraan gender, kejahatan seksual, tentang pentingnya kepedulian lingkungan, pernikahan dini, dsb, Itu dianggap 'aneh' dan menyimpang, atau bahkan dianggap 'tidak penting'. Padahal, sah-sah saja jika kami kader IPPNU ikut berpendapat, mencarikan solusi atau menjadi wadah terhadap persoal-persoalan tersebut.
Kata-kata, ber-IPPNU-lah dengan riang gembira juga tidak bisa ditelan mentah-mentah dan dianggap IPPNU hanya tempat untuk mengikuti alur yang sudah ada, dan tidak perlu mengupdate sesuai perkembangan zaman, agar pergerakannya selalu aman, ya. Kata-kata tersebut dimaksutkan bahwa, Rekanita bisa eksplor di organisasi ini dengan riang gembira, dan tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun, bebas berpendapat tanpa takut dilemahkan dengan "wes talah". Karena, tidak semua persoalan di IPPNU (utamanya) bisa diselesaikan dengan haha-hihi semata, dan menganggap santai, di samping 'kesantaian' tersebut harus ada aksi dan permikiran-pemikiran terlahir untuk kualitas kader IPPNU.
Karena, ikatan ini berdiri diatas perjuangan, bukan pemakluman !
Tabiik~
Elfina, 2021