Kamis, 09 Desember 2021

Kejelasan peran IPPNU, di semesta !

No offense ya, sebenernya temen-temen IPPNU itu bahan diskusinya ndak harus itu-itu saja, ngaji Aswaja, diskusi organisasi, tentang ke IPPNU-an, dsb.

Harusnya ini temen-temen IPPNU sudah mulai berani diskusi tentang isu-isu sosial saat ini. Entah itu tentang kesehatan mental, kepedulian lingkungan, kekerasan seksual, dan banyak lagi. Intinya menanamkan sikap responsif. 

Di IPPNU itu kan banyak departemen dan lembaga, yang menurut ku keberadaannya itu memang diadakan untuk menggali potensi, pemikiran dan minat bakat teman2. 

Bayangin, dept orsenbud, jaringan pesantren, jarkominfo, konseling pelajar, Litbang, perekonomian. Kalo mau dijalankan secara maximal  itu bisa menjadi inspirasi pemikiran pelajar saat ini loh. 

Jangan lagi, ada pendapat "la kita kan masih 'pelajar', koyok terlalu abot gak se mengambil ranah tersebut"

Sebenernya tidak, malahan hal2 semacam itu harusnya kita pelajari saat dini 

Memang betul, IPPNU adalah organisasi pengkaderan, namun, pengkaderan tidak hanya bicara soal merekrut dan ngajak arek melbu IPPNU, kemudian diajak berkegiatan rono rene nggawe seragam kan ? tapi jauh dr itu, pengkaderan harusnya juga melahirkan arek yang memiliki sikap responsif, inovatif, kritis dan tanggap akan sebuah persoalan. Tidak hanya itu, pengkaderan juga harusnya melahirkan tokoh intelektual muda dari kalangan pelajar untuk membantu masyarakat melewati setiap fase zaman yang ada

Bagiku, melihat teman2 IPPNU disekitar, jika tentang keaswajaan, ke IPPNUan bicara soal organisasi yang dasar, meraka sudah lebih faham, dari teori2 yang disampaikan.Tinggal implementasi-nya saja. Dan implementasi-nya itu ya berupa responsif terhadap sekitar.

Aku bicara ini diluar konteks pelatihan pengkaderan seperti MAKESTA, LAKMUD, dll loh ya.karena bobot materi dalam pelatihan tersebut memang tujuannya kan doktrinasi. 

Aku juga bicara di luar tradisi 'ngaji' kita ya, intermezzo aja (takutnya ada yang salah paham) ngaji seperti ngaji kitab, maulid diba dsb. itu juga perlu di jangkau oleh Rekanita, tradisi-tradisi santri yang mungkin di lingkungan pelajar saat ini mulai samar, supaya tidak semakin samar.

Posisikan tulisan ini sebagai tulisan di luar ranah itu semua, maksutku, kita bicara di luar pelatihan-pelatihan tersebut, di dalam keseharian IPPNU. Karena selain ngaji, kita juga perlu mengulik isu-isu sosial, jangan sampai, tangan pertama yang membantu masyarakat malah datang dari kaum-kaum muda 'minhum', kemudian perlahan pengkaderan mereka mensusupi masyarakat yang kemudian melahirkan sifat-sifat radikalisme

IPPNU memang organisasi keagamaan yang naungannya adalah Nahdlatul Ulama, tapi bukan berarti kita harus fokus saja terhadap persoalan agama (Islam), akan lebih banyak menebarkan kebermanfaatan jika kita juga turut andil dalam lingkungan pelajar.

Slogan Belajar, berjuang dan bertaqwa itu tidak hanya cukup di gaungkan saja, namun juga perlu di implementasikan.

Saya pun, agak kurang setuju dengan pernyataan "Wes tah arek IPNU IPPNU iku ngaji ae gausah melok2 urusan masyarakat, Sami'na Wa Atho'na ae", nah, pernyataan seperti ini yang membuat kader-kader IPPNU, yang awalnya mungkin mau tampak ke permukaan, jadi tergerus lagi ke dasar. Jika pernyatan Sami'na Wa Atho'na nya adalah dalam urusan Fiqih, Akhlak, dan urusan ilmu-ilmu, juga hormat kita terhadap para Kiai dan Ulama, saya sangat setuju. Namun, jika sami'na wa atho'na yang di masksud, adalah terhadap gejala-gejala sosial di masyarakat, saya jelas kurang setuju jika IPPNU dikatakan tidak berhak terlibat.

Ini pun yang membuat di kalangan pelajar membicarakan terkait kekerasan seksual, dan persoalan gender atau persoalan lainnya, dianggap tabu, ya. Jadi, ketika ada kader IPNU/IPPNU mengeluarkan suaranya tentang kesetaraan gender, kejahatan seksual, tentang pentingnya kepedulian lingkungan, pernikahan dini, dsb, Itu dianggap 'aneh' dan menyimpang, atau bahkan dianggap 'tidak penting'. Padahal, sah-sah saja jika kami kader IPPNU ikut berpendapat, mencarikan solusi atau menjadi wadah terhadap persoal-persoalan tersebut.

Kata-kata, ber-IPPNU-lah dengan riang gembira juga tidak bisa ditelan mentah-mentah dan dianggap IPPNU hanya tempat untuk mengikuti alur yang sudah ada, dan tidak perlu mengupdate sesuai perkembangan zaman, agar pergerakannya selalu aman, ya. Kata-kata tersebut dimaksutkan bahwa, Rekanita bisa eksplor di organisasi ini dengan riang gembira, dan tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun, bebas berpendapat tanpa takut dilemahkan dengan "wes talah". Karena, tidak semua persoalan di IPPNU (utamanya) bisa diselesaikan dengan haha-hihi semata, dan menganggap santai, di samping 'kesantaian' tersebut harus ada aksi dan permikiran-pemikiran terlahir untuk kualitas kader IPPNU.

Karena, ikatan ini berdiri diatas perjuangan, bukan pemakluman !

Tabiik~

Elfina, 2021

Selasa, 26 Mei 2020

Detik-detik Khalifah Ali dibunuh. Hati- hati Penerus Ibnu Muljam, cikal bakal Khawarij

Ketika merasa diri kita adalah yang paling Islam & paling Al-Quran, lalu menganggap sesat kelompok Islam yang lain, maka segeralah minta hidayah

“Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.”
Itulah teriakan Abdur Rahman bin Muljam Al Murodi (Khawarij) ketika menebas tubuh mulia Sayiduna Ali bin Abi Thalib, -karamallahu wajhah - pada saat bangkit dari sujud shalat Subuh pada 19 Ramadhan 40 H itu.

Abdur Rahman bin Muljam menebas tubuh Sayidina Ali bin Thalib dengan pedang yang sudah dilumuri racun mematikan seharga 1000 dinar. Tubuh Sayiduna Ali bin Abi Thalib mengalami luka parah, tapi beliau masih sedikit bisa bertahan. Tiga hari berikutnya (21 Ramadhan 40 H) ruh sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu merasa paling Islam.

*Ali dibunuh setelah dikafirkan. Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Allah. Ali dibunuh atas nama hukum Allah.* Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti membaca Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 207 sebagai pembenar perbuatannya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh khalifah Ali, akhirnya Ibnu Muljam divonis hukuman dgn diqishas. Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:

“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”
Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya mencabut nyawa suami Sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah. *Seorang ahli surga harus meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Allah.*

*Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern.* Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat melakukan provokasi-provokasi atas nama jihad di jalan Allah, dengan cara membunuh, membantai, memerangi sesama bahkan dgn melakukan bom bunuh diri yang oleh mereka disebut istisyhadiyah.

*Siapa sebenarnya Ibnu Muljam? Dia adalah lelaki yang hafidz (hapal) Al Qur'an, zahid (ahli zuhud), rajin shalat, rajin puasa dan mendapat julukan Al-Muqri’ (Penyampai Qur'an), dia jg sekaligus sebagai motivator orang lain untuk menghafalkan Al Qur'an.*

Khalifah Umar bin Khattab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan:

“Abdur Rahman bin Muljam, salah seorang ahli Alquran yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Al Qur'an kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar.

Meskipun Ibnu Muljam hafal Alquran, berpenampilan regius, fasih berbicara agama dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya.
Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, akibat kesesatannya yang disebabkan kedangkalannya dalam memahami ilmu agama. Afiliasinya kepada pahama Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit dan dangkal. Ibnu Muljam tergesa2 menetapkan klaim surga kepada dirinya dan neraka kepada orang lain.

Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Allah.
Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan saleh yang menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiai dan ulama.

Tampilan luar mereka cukup religius bahkan tampak ada bekas sujud di dahi. Mereka gemar membaca Al Quran, dan pandai berdalil dengan Al Qur'an. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits telah mewaspadakan kemunculan generasi Ibnu Muljam ini:

يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَيْسَتْ قِرَاءَتُكُمْ إِلَى قِرَاءَتِهِمْ ، وَلا صَلاتُكُمْ إِلَى صَلاتِهِمْ شَيْئًا ، وَلا صِيَامُكُمْ إِلَى صِيَامِهِمْ شَيْئًا ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَحْسَبُونَ أَنَّهُ لَهُمْ وَهُوَ عَلَيْهُمْ ، لا تَجَاوَزُ صَلاتَهُمْ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

Artinya: Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al Quran. Dimana bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Quran dan mereka menyangka bahwa Al Quran itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Quran itu adalah (bencana) atas mereka, yakni mereka mengira Al Qur'an membenarkan mereka, padahal mereka bertentangan. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah yang melesat dari sasaran buruannya. (HR. Muslim : 1068).

Kebodohan kepada ilmu agama dan perasaan paling benar sendiri mengakibatkan mereka jatuh kepada kesesatan merasa berjuang membela agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang merobohkan Islam dan kaum muslimin dari dalam.

Waspadalah kepada gerakan generasi penerus Ibnu Muljam ini. Ingat, Khawarij akan terus muncul sampai Dajjal keluar.

Jangan sampai generasi kita terracuni oleh virus Ibnu Muljam gaya baru. Jauhi radikalisme dan ekstrimisme dalam beragama. Perangi terorisme yang dibungkus dengan kata jihad fi sabilillah. Mereka bukan mujahid tapi khawarij gaya baru. Sudah terlalu banyak korban akibat ulah mereka. Islam dan ajaran Islam menjadi tercoreng kerana ulah mereka.

Copas dr FB M. Muhallil

Jumat, 22 Mei 2020

Kisah Bilal bin Rabah saat perang Badar


23 Februari 2018

Perang Badar yang terjadi pada tahun 624 M, dalam sejarah Islam, merupakan kemenangan militer pertama orang-orang Islam dan Nabi Muhammad SAW. Kemenangan Islam dalam perang tersebut benar-benar meruntuhkan dominasi orang-orang Mekah sekaligus menguatkan posisi politik Muslim di Madinah dan membuat orang-orang Islam menjadi sebagai kekuatan yang diperhitungkan di Jazirah Arab. Kebangkitan Islam dalam melawan suku Quraisy di Mekah adalah perkembangan penting dalam sejarah militer, agama, dan masyarakat Muslim. Perang Badar juga merupakan tanda, bahwa selain sebagai Nabi bagi umat Islam, Nabi Muhammad SAW juga merupakan panglima perang yang ulung.

Adapun takdir pertemuan Bilal bin Rabah dan Umayyah bin Khalaf, bekas tuannya, masih akan berlanjut dalam perang sengit tersebut. Bilal masih sama seperti dulu ketika disiksa oleh Umayyah bin Khalaf, dalam perang Badar Bilal meneriakkan, “Ahad…. Ahad!” Namun bedanya kali ini, atas perintah Nabi Muhammad SAW, teriakan tersebut menjadi semboyan bagi pasukan Islam. Teriakan, “Ahad…. Ahad!” menggema selama perang berlangsung.

Dalam perang Badar, suku Quraisy mengerahkan para pemukanya untuk turut serta turun dalam perang. Umayyah bin Khalaf juga salah seorang pemuka, walaupun pada awalnya dia tidak hendak ikut. Hingga salah seorang kawannya yang bernama ‘Uqbah bin Abi Mu’ith mendatanginya sambil di tangan kanannya membawa sebuah mijmar (pedupaan yang dipergunakan para wanita untuk mengasapi tubuhnya dengan kayu wangi).

Ketika ‘Uqbah datang, Umayyah sedang duduk di antara para pengikutnya, kemudian ‘Uqbah menaruh mijmar tersebut di hadapan Umayyah seraya berkata, “hai Abu Ali! Terimalah dan pergunakanlah pedupaan ini. Karena engkau tak lebih dari seorang wanita!” Mendengarnya Umayyah marah, “keparat! Apa yang kau bawa ini?” Maka pada akhirnya berangkat juga lah Umayyah bin Khalaf ke medan pertempuran bersama putranya yang yang bernama Ali.

Perlu diketahui, ‘Uqbah bin Abi Mu’ith adalah orang yang paling gigih mendorong Umayyah untuk melakukan penyiksaan terhadap Bilal dan orang-orang tak berdaya lainnya dari umat Islam ketika di Mekah. Kali ini, dia juga yang mendorong Umayyah untuk terjun ke medan perang, namun nahas, keduanya akan tewas dalam perang Badar.

Ketika perang dimulai, pasukan Muslim meneriakkan “Ahad…. Ahad!” sambil terus merangsek maju. Umayyah teringat kata-kata tersebut pernah terus menerus diucapkan Bilal ketika sedang disiksanya. Dia tidak pernah menyangka kata-kata tersebut akan menjadi semboyan sebuah kelompok masyarakat yang berdiri dalam suatu agama yang utuh. Batinnya dipenuhi oleh rasa takut.

Ketika peperangan sudah berlangsung beberapa lama, ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf melihat Umayyah sedang berpegangan tangan bersama putranya. Sewaktu masih jahiliyah, ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf merupakan kawan dekat Umayyah. Saat itu ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf sedang membawa beberapa buah baju besi hasil rampasan, Umayyah berkata, “apakah engkau ada perlu denganku? Aku lebih baik daripada baju-baju besi yang engkau bawa itu. Aku tidak pernah mengalami kejadian seperti hari ini. Apakah kalian membutuhkan susu?” Maksud Umayyah adalah dia menawarkan dirinya untuk menjadi tawanan dan akan memberikan tebusan beberapa unta yang menghasilkan banyak susu.

‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf kemudian membuang baju-baju besi dari tangannya dan menuntun Umayyah bersama putranya. Umayyah kemudian berkata, “siapakah seseorang di antara kalian yang mengenakan tanda pengenal di dadanya berupa sehelai bulu burung unta?” ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf menjawab, “dia adalah Hamzah bin Abdul-Muththalib.” Umayyah menimpali, “dia adalah orang yang paling banyak menimpakan bencana di pasukan kami.”

Ketika mereka sedang bercakap-cakap, Bilal melihat mereka, lalu berseru, “dedengkot kekufuran adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak selamat jika dia masih selamat!” ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf berkata, “wahai Bilal, dia adalah tawananku.”

“Aku tidak selamat jika dia masih selamat,” kata Bilal sekali lagi. “Apakah engkau mendengarku wahai Ibnus-Sauda’?” ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf mencoba mencari pembelaan kepada Ibnus-Sauda’. Namun Bilal kembali berkata, “aku tidak selamat jika dia masih selamat,” dan dia berteriak dengan keras, “wahai para penolong Allah, dedengkot kekufuran adalah Umayyah bin Khalaf. Aku tidak selamat jika dia masih selamat!”

Kemudian pasukan Muslim mengepung mereka bertiga, salah seorang menyabetkan pedangnya dan mengenai Ali bin Umayyah. Umayyah berteriak teramat keras. ‘Abd ar-Rahman bin ‘Auf berkata kepada Umayyah, “cari selamat sebisamu, karena tidak ada lagi keselamatan di sini. Demi Allah, aku sudah tidak membutuhkanmu sedikitpun.” Lalu mereka menyabetkan pedang kepada ayah dan anak tersebut hingga tewas.

Abd ar-Rahman bin ‘Auf berkata kepada dirinya sendiri, “semoga Allah merahmati Bilal. Baju-baju besiku sudah hilang dan hatiku menjadi galau gara-gara tawananku.”

Sejarawan Khalid Muhammad Khalid menganalisis peristiwa di atas, dia mengatakan bahwa Bilal bukan tipe orang pemberang, namun pada saat itu situasinya berada dalam peperangan, akan lain ceritanya apabila mereka bertemu dalam situasi yang lain. Menurutnya, niscaya Bilal akan memberikan maaf.

Selain itu, ada perbedaan penafsiran antara Abd ar-Rahman bin ‘Auf dan Bilal, Abd ar-Rahman bin ‘Auf beranggapan bahwa perang telah usai sehingga berhak untuk memperlakukan Umayyah sebagai tawanan. Sementara itu Bilal menilai perang belum berakhir, sebab belum lama Umayyah telah membunuh beberapa pasukan Muslim dalam perang tersebut, pedangnya saja masih basah oleh darah.
Wallahu a’lam.

Semoga Bermanfaat


Sumber : Grup Whatsapp cinta Rasulullah

Senin, 03 Juni 2019

YANG AKAN DIRINDUKAN




Dia yang kedatangannya di sambut dengan suka cita, di sambut dengan persiapan  baik  iman maupun kelengkapannya. Kini akan beranjak pergi...
Karenanya, cinta menyeluh di segala penjuru..
Karenanya,  kedamaian penuhi udara...
Karenanya, hawa nafsu lebih tertahan..
karenanya, jiwa Kemanusiaan lebih tinggi
Karenanya, kalam kalam Allah lebih  banyak terucap ...

Dia bulan yang di sucikan, Bulan Ramadhan..
Bulan Maghfiroh, bulan ampunan
Bulan yang membuat amalan-amalan lebih banyak di kerjakan dari bulan selainnya.

“Jadikanlah Ramadhan ini sekolahan bagi nafsumu, jiwamu, jasadmu unuk menjadi lebih dekat dengan Sang Pencipta, menuju insan kamil yang diharapkan”
 –KH Ahmad Masduqi Mahfudz

11 bulan kita menanti, 11 bulan juga kita meninggalkannya. tergantung dari sudut pandang mana kita menempatkannya. Ingin menempatakan dia menjadi yang kita tinggalkan atau kita nantikan...
11 bulan dari sekarang kita meninggalkan Ramadhan untuk mengaplikasikan pelajaran yang kita dapakan “di sekolah” kepada ke bulan bulan lainnya...
11 Bulan dari sekarang kita menanti Ramadhan dengan mempersiapkan pelajaran2 yang kita pegang dari Ramadhan sebelumnya..

Setelah berkumandangnya adzan maghrib di tanggal 30 Ramadhan nanti, takbir kemenangan akan mulai berkumandang...
tergantung dari sudut pandang mana kita menempatkannya.
Ada yang bersuka cita kaena telah kembali fitr, ada yang sedih karena Syawal telah datang, ada yang sukacita namun hatinya berat meninggalkan Ramadhan

Ibnu Rajab Al Hambali berkata :
:Bagaimana bisa seseorang mukmin tidak menetes air mata ketika berpisah dengan Ramadhan, sedangkan ia tidak tahu apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi” (Lathaif Al Maarif hal 216)

Bagaimana mungkin hati ini tidak sedih, ketika bulan suci yang di nantikan semua muslim mulai beranjak pergi sedangkan sisa umur kita hanya Allah yang mengetahuinya....
Bagaimana mungkin hati ini tidak sedih ketika bulan yang menimbulkan perasaan tenang ini takdirnya tidak akan ditemui lagi di tahun berikutnya ...
Sedangkan, kenikmatan Sahur , Berbuka, Shalat Tarawih selalu dirindukan siapapun yang menyimpan Ramadhan di dalam hatinya....

Doa Rasulullah menjelang akhir Ramadhan
“Ya Allah janganlah kau Jadikan Bulan Ramadhan ini sebagai Buan Ramadhan terakhir dalam hidupku,  Jika engkau menjadikannya sebagai Ramadhan terakhirku, maka jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi”

Semoga Ramadhan tahun ini adalah ramadhan penuh berkah.
Ramadhan yang dapat membawa kebaikan dan keimanan untuk seluruh bulan dan kehidupan...
Ramadhan yang membuat kita akan selalu merindukannya..
Sampai jumpa di Ramadhan berikutnya....
Selamat menyelesaikan ibadah puasa terakhir di tahun ini dan selamat menyambut Syawal dengan bahagaia...

Tabik~
Elfina R.

Jumat, 31 Mei 2019

Di hari itu kami bangkit... !



Masih ingat dengan foto tersebut. Itu adalah foto yang di ambil pada tanggal 1 Juni 2017 tepat di hari lahirnya Pancasila, kami pun lahir (kembali) dengan tekad yang baru.

Awalnya, rumor mengatakan IPNU IPPNU Singosari telah vakum 2 periode. Vakumnya IPNU IPPNU membuat sekat jarak yang sangat berdampak pada perkembangan semangat pemuda-pemudi NU di Singosari pada saat itu. Berawal dari ajakan salah satu teman saya yang aktif berorganisasi untuk ikut membantu berdirinya kembali IPNU IPPNU Singosari saya mengikuti pertemuan pertamanya. Tidak Saling kenal ?? Oh pasti. Namun, jika ajakan pada saat itu saya (kami) tolak pastinya kami akan menyesal seumur hidup kami :’)

Kenapa menyesal ? sungguh saya ingin meneteskan air mata jika mengingat masa kebangkitan itu. Dengan berbekal pengetahuan IPNU IPPNU yang di bawa teman-teman Ranting (Re: Saat itu hanya ranting Gunungrejo yang aktif) yang bahkan di bilang seadanya dengan mengumpulkan pemuda pemudi seluruh singosari itu tidaklah mudah. Di Zaman Milenial saat ini susah sekali mengajak para pelajar NU untuk turut serta dalam Organisasi apalagi organisasi yang berbau keagamaan.  Semangat mereka sudah di kalahkan dengan Globalisasi yang membuat mereka menerima banyak hal yang lebih “mengasyikkan”daripada ngurusi organisasi.

Namun, dengan tekad yang kuat, semangat yang berapi dan dukungan dari rekan dan rekanita (re: sebutan untuk kader IPNU dan IPPNU) juga dukungan dari Banom NU Singosari kami semua dapat melewati masa krisis saat itu. Siapa yang tidak tau IPNU IPPNU Singosari ? Bahkan di masa nya PAC Singosari adalah IPNU IPPNU Terbaik, teraktif dan ter ter ter lainnya. Tetapi itu tidak berlangsung abadi. Inilah yang penulis katakan di awal artikel bahwa 
“Vakumnya IPNU IPPNU membuat sekat jarak yang sangat berdampak pada perkembangan semangat pemuda-pemudi NU di Singosari”.

Karena Dawuh Gus Fir (Re : Ketua Tanfidziyah MWC NU Singosari 2018-2023) 

“keistiqomahan dalam melakukan sesuatu itu harus dijaga, karena Setan selalu menunggu celah untuk meredupkannya. Contohna ya dengan vakumnya sebuah kegiatan sekali duakali Mrei sing ketelu sampe selanjute wes aras-arasen nerusno. Ojok sampek yo”.

Dan Alhamdulillah, melalui ketua terpilih untuk yang pertama kalinya (setelah Vakum) yaitu Rekan Abdullah dan Rekanita Ilma Qurrotul Aini beserta seluruh Pengurus  kini PAC IPNU IPPNU Singosari yang dulunya juga tertatih bangkit bisa menghidupkan 15 Ranting dan 3 Komisariat :D. Itu tentunya tidaklah mudah. Penolakan, Cibiran, Berkerikil, Masa Hujan kemudian datang badai, pengorbanan waktu kehidupan yang di sisihkan unuk rorganisasi di engah lelahnya kerja, sekolah dan kuliah. segala bentuk pahit asamnya membangkitkan organisasi pelajar NU di tengah millenial ini sungguh menyesakkan. Iya, menyesakkan ketika semangat organisasi telah luntur dengan gemerlap dunia individualisme. Namun dengan sabar dan telaten seluruh pengurus PAC IPNU IPPNU Singosari dan anggotanya dapat membuat warna baru dalam BANOM NU (Banom = Badan Otonom).

Kami tidak menarget untuk kembali menjadi PAC terbaik, hehe tidak. Karena jarak kekosongan kekuasaan pada saat itu membuat kita tertinggal jauh dengan PAC IPNU IPPNU lain. Namun tidak, bukan itu, yang kami targetkan dan inginkan saat ini adalah kembalinya Ghirah atau semangat pelajar NU Singosari bukan hanya untuk sekedar berorganisasi, namun juga untuk mencintai , mengurus dan mengabdi pada Nahdlatul Ulama. Dengan apa ? ya dengan berkecimpung di dalam IPNU dan IPPNU akif melakukan kegiatan positif, kegiatan sosial kemasyarakatan atau kegiatan yang dapat berdampak pada keberkahan Singosari. Karena menjadi "terbaik" itu bonus yang harus di perjuangkan adalah menjaga kader kader Mudan dengan semangatnya yang tetap berapi untuk bersama-sama ngurusi NU

Lelah, ? iya pasti jelas. Orang pada umumnya akan berfikir kenapa harus “membuat lelah diri dengan mengikuti organisasi”. Tapi, yang kita fikirkan itu bukan hanya lelahnya. Tapi bagaimana kita merasa senang dan merasa memiliki jiwa di Nahdlatul Ulama ini dengan ikut ngurusi organisasinya.
Ingin berhenti ? oh tunggu sebentar. Coba sesekali menengok kebelakang, jalan kita sudah sangat jauh dan tidak mudah. Yakin mau berhenti ?
JIka lelah, istirahat tapi jangan pernah berfikir untuk berhenti :) Karena 

"Berat bukan berarti tidak kuat, berat bukan berari berhenti berusaha"
Dan, Lelah itulah yang nantinya akan menjadi bumbu pemanis ketika bercerita kelak kepada kader penerus berikutnya, menceritakan dengan nada bangga karena sejarah pernah pernah mencatat jiwa jiwa yang berkontribusi penuh kepada Nahdlatul Ulama.

Mekar cinta pada ikatan ini suatu saat yang telah di tentukan nanti akan layu, akan gugur dan akan berganti. Harapan kami tunas-tunas baru akan selelu bertumbuh dan mekar, mekar dengn caranya mengikuti Sinar Matahari  dan dengan harumnya yang Khas.  Menjadi kader IPNU IPPNU terbaik bagi Singosari, Kabupaten Malang, Indonesia dan Nahdlatul Ulama.


Tabik
Elfina Rahmania
PAC IPPNU Singosari

Selasa, 28 Mei 2019

REVIEW REPRESI - Fakhrisina Amalia

Judul : Represi
Penulis : Fakhrisina Amalia
Genre : Young Adult
Editor : Tri Saputri Sakti
Proofreader : Tisya Rahmanti
Ilustrasi sampul : Orkha Creative
Tahun terbit : 2018
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal buku : 264 halaman
ISBN : 9786020611945
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
sinopsis:
 Semua orang membuat  kesalahan, dan hampir semua orang membuat kesalahan besar. Kewajiban kita adalah meminta maaf. Sementara memaafkan-atau nggak--adalah hak orang yang kita lukai. Tapi merasa nggak pantas dimaafkan bahkan sebelum mencoba meminta maaf? Itu sudah bukan lagi masalah dengan orang lain, Anna."
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Jujur aja ya aku waktu mau beli buku ini itu karena keadaan diriku juga sedang mengalami kegalauan karena judulnya "represi" wkwk jadi penasaran, sebelum beli buku ini aku pasti baca dulu review di goodreads, aku enggak terlalu berekspektasi banyak sama buku ini.
karena ketika aku lihat cover dan sinopsisnya Aku kira buku ini adalah buku bacaan yang ringan dan Betul banget pas aku baca chapter pertama aku kayak sudah bisa menebak konflik yang terjadi di dalam buku ini tapi ternyata AKU SALAHHH ternyata konflik yang terjadi dalam buku ini lebih ribet daripada yang aku bayangkan hebatnya lagi si penulis yang juga seorang psikolog ini benar-benar bisa membawa pembaca masuk dan merasakan apa yang dirasakan oleh ana

Awalnya aku udah bisa nebak kan bahwa bukunya pasti akhirnya kayak gini, tapi lama kelamaan di setiap bagian chapter selalu ada konflik dan solusi atau cerita yang enggak ada di ekspektasiku.  Seru bangettt!!!

Karena nggak tahu kenapa juga di setiap chapternya membuat aku semakin penasaran kenapa sih Anna ini sehingga bisa mengalami traumatis seperti itu. Gemes juga ngebaca nya ekwk.

Ternyata, Buku ini menggunakan alur flashback jadi di setiap part Anna konsultasi dengan psikologisnya itu yang namanya "Nabilah" kita diajak untuk flashback masa lalu Anna yang ternyata Anna dulu adalah seorang yang ceria yang punya banyak teman dan kehidupan yang menyenangkan sampai akhirnya terbesit di fikirannya untuk percobaan bunuh dirinya...

Aku juga terbawa emosi ketika ana menjadi sangat tertutup dengan ibunya ada juga sahabat-sahabatnya. Rasanya kayak yang jadi Anna, gitu Padahal aku disini hanya seorang pembaca.

lama-kelamaan dari satu chapter ke chapter lain mulai terkuak Lah kenapa Anna bisa setraumatis itu.  Nggak nyangka Anna nyimpen bongkahan es raksasa di hidupnya dari orang tua dan temen2nya 😪 dan yang paling aku suka dari buku ini adalah twistnya yang membuat aku bener-bener setiap baca kalimat2nya itu membuat sesak dada karena selalu terharu dan ingin nangis.

Sampe puncaknya banget itu pas waktu mau akhir Aku benar-benar kesel sebel sedih terharu seneng,  karena rahasia Ana mulai terkuak rasanya pengen banget meluk si tokoh yang ada di dala m buku ini. Karena rasa empati dan juga ngerasa apa yang dirasakan oleh Anna oleh sahabat-sahabatnya oleh Ibu atau oleh bapaknya...
Dan beneran banget waktu aku baca bagian yang semakin akhir Aku benar-benar menangis sejadi-jadinya karena tahu bahwa Masa Lalu anak dulu kayak gitu ribet nya dan kebawah sebel sama tokoh yang membuat anak kayak gitu ininya novel ini benar-benar membuat pembacanya itu turut serta merasakan apa sih yang dirasain sama tokoh utamanya sama sahabat-sahabatnya sama orang tuanya juga.

DAn aku merekomendasikan banget novel ini buat kalian yang suka banget sama novel addult yang ringan tapi sarat akan hikmah. Atau buat kamu yang menyukai cerita-cerita psikolog jadi ceritain itu enggak hanya pergi karena percintaan Anna kok tapi juga hikmah yang banyak banget tentang memaafkan, dan kesabaran tentang menguatkan hati, dan tentang kesetiaan, juga tentang menghargai orang lain.

Beberapa kutipan yang aku sukai :

✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️✏️

"Menolak menerima bahwa kamu merasa seperti itu karena kamu tau seharusnya nggak begitu, juga merupakan bagian dari nggak menerima diri sendiri. Kadang-kadang yang terjadi memang nggak seperti seharusnya dan kita gak perlu menolak atau marah pada diri kita sendiri. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, Anna." hal. 200

"Semua orang membuat  kesalahan, dan hampir semua orang membuat kesalahan besar. Kewajiban kita adalah meminta maaf. Sementara memaafkan-atau nggak--adalah hak orang yang kita lukai. Tapi merasa nggak pantas dimaafkan bahkan sebelum mencoba meminta maaf? Itu sudah bukan lagi masalah dengan orang lain, Anna."

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Gimana penasaran?  jangan lupa beli bukunya ya !
Happy Reader!

- Elfina R -


Sabtu, 12 Januari 2019

Ikatan ini...

Ikatan ini ....

Mengambil pelajaran dari permainan arum jeram di Sumber Maron kemarin, Ketika kami mau meluncur instruktur menata ban  dan berkata "Mbak Apapun yang terjadi, nabrak batu ataupun terkena arus di arung jeram, jangan lepaskan kaki temannya" (di situ posisinya kaki kami saling bergandengan)
kupikir kenapa ya ?



Ternyata ketika kita menabrak batu, dan melewati arus yang jeram, jika kita melepaskan atau tidak kuat memegang kaki teman kita, kita akan terpisah dari rombongan dan akan terhuyung hanyut sendiri namun ketika kita menabrak batu ataupun terkena arus dan kita tetap memegang  kaki teman kita dengan kuat meskipun kita tertabrak batu, rombongan kita tidak akan terpisah kita akan tetap bersatu meskipun untuk kembali ke jalur yang benar harus dengan susah payah..

Pelajaran apa yang bisa kita ambil ?
IPNU IPPNU, ibaratkan sebuah ikatan itu.
di zaman sekarang benturan-benturan sudah banyak terjadi
arus arus yang deras sudah banyak terjadi, golongan-golongan selain Ahlussunnah Wal Jamaah an nahdliyah sudah banyak berdiri.. filter tidak ada lagi,
tidak ada lagi selain kita mengikuti organisasi yang dapat memfilter keingintahuan kita,
KH. Prof Mohammad Tolhah Mansoer (Pendiri IPNU)
Dra Hj nyai Umroh Mahfudhoh (Pendiri IPPNU)

IPNU-IPPNU ibarat ikatan ketika kita terbentur ketika  melewati arus zaman yang semakin deras jika kita lepas ikatan itu dengan alasan tidak kuat kita akan terhuyung sendiri terlepas dari rombongan sendiri melewati benturan-benturan dan arus yang masuk, Tidak ada filter. Tidak ada teman untuk mengingatkan, tidak ada teman untuk menegur, tidak ada tempat untuk bertukar pikiran yang ada. Kita akan diselamatkan orang lain yang belum tentu itu sama dengan pemahaman kita, ketika kita terhuyung sendirian di arung jeram itu kita bingung kita menerima semua bantuan orang untuk membuat kita kembali ke jalannya yang padahal itu keliru,

tapi beda jika kita tertabrak batu terkena arus dengan sekuat tenaga ikatan kita dengan teman kita tidak akan kita lepas meskipun kita terhenti di depan batu itu masih ada teman-teman IPNU-IPPNU yang akan berusaha bersama untuk membuat kita kembali ke jalurnya,
masih ada teman IPNU-IPPNU untuk bersama kita, bingung, berteriak, meminta tolong, meskipun yang menolong adalah orang lain tapi jumlah  kita lebih banyak dari mereka sehingga kita dapat disadarkan kembali oleh teman kita ketika kita tidak melepaskan ikatan tersebut.

Meskipun arusnya deras kita melewati bersama arus itu terhuyung bersama dan kembali ke jalurnya bersama

Ikatan itu...
Jangan sampai lepas, Apapun yang terjadi karena kita sejatinya hanyalah manusia yang lemah...
Yang ketika kita bingung, kita rapuh, kita sendiri, kita bisa menghalalkan apapun agar kita bisa kembali ke jalurnya... meskipun itu dengan cara yang 'keliru'

Ikatan itu...
tetaplah ada...
jangan sampai terlepas, jangan sampai kalah dengan batu dengan arus deras...

Ikatan itu,
yang sudah terikat dari tahun 1954 dan 1956 sampai sekarang

Jangan pernah lepas, Jangan pernah dikoyak,
Jangan pernah berani memutuskan ..

Ikatan itu...
IPNU dan IPPNU.. 💚



*Ditulis oleh : Elfina Rahmania
*PAC IPPNU Singosari*